top of page

Festival of Lights 2018: Ketika Daniel Mananta 'Bermain Api'


Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan (PRPP) Jawa Tengah yang terletak di kota Semarang, tempat diadakannya Fun Run dan Festival of Lights 2018. Video @titui.

Saat ini kami sedang mengalami kendala redaksional sehingga news blog atau kanal berita RTK ini tak banyak mengalami pembaruan. Artikel terakhir kami terbitkan pada bulan April lalu di mana kami memperingatkan "bahaya Kristenisasi" yang dilakukan di jantung ibu kota Jakarta - dan itu terbukti lewat video reportase yang tayang di kanal YouTube kami. Namun meski absen beberapa bulan, kami tidak pernah berhenti memantau.

Isu Kristenisasi, pemurtadan atau pendangkalan akidah, adalah tema besar yang coba kami selami mengingat tak banyak media yang memberitakannya. Padahal kegiatan seperti itu bukan hanya berbahaya bagi muslim dan generasi mendatang, namun juga melanggar peraturan pemerintah, hingga melukai masyarakat karena termasuk kegiatan intoleran yang ironisnya, justru sering mereka teriakkan sebagai "korban".

Saat hari libur Maulid Nabi 20 November 2018 lalu di PRPP Jawa Tengah, telah diadakan sebuah kegiatan yang ditujukan untuk anak muda di Semarang dan sekitarnya, seperti yang disampaikan oleh pembina acara tersebut, Hadassah Gloria Purnama, pada flyer acara yang secara kebetulan kami miliki. Gloria sendiri merupakan seorang pengkhotbah dengan gelar "Ev." di depannya (singkatan dari Evangelis). Dia merupakan putri dari pendeta Petrus Agung Purnomo yang telah meninggal.

"(Acara ini) diharapkan membangkitkan kembali semangat dan gelora dari generasi muda kota Semarang... untuk mewujudkan kota Semarang yang lebih baik."

Masalahnya adalah, seperti event-event sebelumnya yang kami beritakan, "fun run" dan festival cahaya itu sendiri hanyalah bungkus atau gimmick agar masyarakat mau datang tanpa sedikitpun merasa curiga dengan tujuan sebenarnya mereka: penyampaian ajaran Kristen di muka umum. Tak jarang dalam acara-acara seperti ini juga dilakukan pembaptisan terselubung lewat cipratan air kepada mereka yang hadir, sehingga bisa juga dikatakan sebagai Kristenisasi.

Kemudian baik dari berbagai kampanye kegiatan yang tersebar di media sosial hingga pertanyaan pembina acara di atas, event lari dan festival cahaya tersebut jelas ditujukan untuk umum, bukan "kalangan sendiri" seperti pemuda/i gereja misalnya. Sehingga tentu saja seharusnya bebas dari berbagai hasutan, ajakan, apalagi pencucian otak alias indoktrinasi kepercayaan dan/atau agama tertentu.

Titik mulai sederhana dan sponsor utama.

Titik mulai fun run yang sederhana dan logo sponsor air minum demineral Moses. Foto @titui.

Namun tentu saja tidak demikian di mata kami. Saat mengetahui acara ini sepekan sebelumnya, kami langsung memesan tiket kereta untuk ke Semarang pada pagi hari tanggal 20 November 2018 sehingga kami bisa tiba sebelum pukul 15 WIB di mana acara lari 5K tersebut akan dimulai. Untuk sebuah event lari, apa yang disiapkan panitia terkesan seadanya - tidak mengherankan karena memang hal itu hanya gimmick semata.

Sebelum start dimulai, pembawa acara menyerahkan mikrofon kepada Gloria untuk memberi sambutan dan membuka acara. Saat mengakhiri pidatonya di atas panggung, kami menangkap gelagat "keceplosan" dari Gloria yang menutup dengan kalimat khas mereka, Tuhan Yesus Memberkati. Kenapa keceplosan? Karena acara belum juga dimulai dan massa belum juga berkumpul lebih banyak lagi, sehingga bisa gawat kalau sampai peserta banyak yang bubar mengingat hadiah acara ini juga tidak seberapa: total hanya Rp2,5 juta.

Susunan acara yang terselip di bawah tas salah satu panitia. Foto @titui.

Kami tidak mengikuti para pelari menempuh jarak sekitar 5km melewati pantai utara Semarang, melainkan lebih fokus di lokasi yang malamnya akan digunakan untuk festival cahaya tersebut. Hanya ada lampu-lampu kecil yang digantung menyilang di lapangan depan panggung, tak ada yang wah untuk suatu festival. Sehingga kembali menguatkan keyakinan kami bahwa ini semua hanyalah kemasan pemikat.

Sekitar 30 menit kemudian, para pelari pun mulai kembali. Ada momen yang tentunya tidak akan terlewat dari pengamatan mata dan lensa kamera kami: pemercikan air jelang garis finish! Beberapa anggota panitia, kebanyakan ibu-ibu, memegang botol air minum Moses (artinya Musa) yang merupakan sponsor utama kegiatan ini. Mereka menuangkan air ke tangan lalu memercikkan kepada pelari yang mendekat. Pada kesempatan pertama, kami bahkan mendengar seorang ibu keceplosan mengatakan hal serupa, Tuhan Yesus Memberkati. Sadar bahwa ia sedang diamati dan perkataannya berisiko, ia pun mengganti dengan ucapan, "Semangat!"

Pemercikan air oleh beberapa anggota panitia dalam gerak lambat. Video @titui.

Saat kami memantau tak jauh dari panggung, tokoh-tokoh muda dari Yayasan Mahanaim seperti Joshua Christian (@jshuac) nampaknya menyadari kehadiran kami, karena dua video kami tentang kegiatan mereka sebelumnya di Jakarta sukses menyedot perhatian masyarakat sehingga tak mungkin mereka tidak mengetahuinya. Joshua bersama beberapa rekannya pun memperhatikan kami sambil berpura-pura melihat sekitar (salah satunya tertangkap kamera, perhatikan menit 0:32-0:35 video di bawah). Padahal kami sudah berusaha untuk tidak menarik perhatian seperti menghindari wawancara langsung atau mengambil gambar ke arah kumpulan panitia.

Panitia yang menyadari kehadiran kami, salah satunya adalah tokoh muda dari Yayasan Mahanaim dan Bahtera Indonesia, Joshua Christian. Video @titui.

Setelah peserta lari berkumpul semakin banyak, acara demi acara dimulai. Seperti mengajak beberapa pengunjung naik ke panggung untuk diminta joget-joget dan meneriakkan sesuatu dengan iming-iming hadiah seperti kompor dan rak piring, tari kontemporer bertemakan "Indonesia", hingga pertunjukkan musik-musik bertemakan cinta. Mirisnya, pertunjukkan musik ini sama sekali tidak memedulikan waktu shalat Maghrib yang telah masuk, sehingga kami harus shalat sambil "diiringi" lagu dari pengeras suara berkekuatan besar. Tak perlu ditanya berapa banyak remaja Muslim di depan panggung yang tetap tinggal meski waktu shalat telah tiba - mungkin memang inilah yang diinginkan panitia.

Daniel Mananta Bermain Api

Selesai shalat, dari kejauhan kami mendengar bintang tamu mereka telah naik ke panggung, say hello lalu mengucapkan, "Selamat Memperingati Hari Maulid Nabi Muhammad." Hal itu jelas menunjukkan bahwa baik panitia maupun sang VJ tahu bahwa pengunjung acara mereka mayoritas beragama Islam. Lalu mereka mengapa tidak memberi jeda waktu shalat untuk menghormati dan toleransi beragama yang selama ini selalu mereka agung-agungkan?

Kemudian Daniel pun mulai berorasi, mengaitkan event festival cahaya dengan filosofi hidup. Awalnya ia menggunakan diksi-diksi umum seperti beribadah, kitab suci, rumah ibadah, dan Tuhan. Kemudian ia semakin berani dengan terang-terangan menyebut Alkitab, gereja, hingga tuhan Yesus. Tak hanya itu, selebritis berusia 37 tahun itu juga "bermain api" dengan membanding-bandingkan sebuah agama (yang tentunya Islam meski tidak mungkin ia sebutkan secara eksplisit) dengan agamanya "Pengikut Yesus."

Tampilan promo acara di media sosial dengan Daniel Mananta sebagai bintang tamu. Sumber: Instagram.

Daniel - meski mungkin ia hanya mengikuti teks di ponselnya yang ditulis panitia atau dirinya sendiri - juga telah menggambarkan umat Islam sebagai orang yang "suka menghakimi umat lain sebagai kafir." Entah mengapa kata kafir ini sangat sensitif di telinga mereka. Lebih dari itu, ia juga menyebut "Tuhannya umat Islam suka menghukum umatnya," sementara Yesus hadir ke dunia untuk menebus dosa paling besar dan hina sekalipun. Bagi kami, ini merupakan penistaan agama yang menyakitkan hati, meski panitia bisa beralibi bahwa mereka tak menyebutkan Islam.

Tak lupa Daniel juga mempromosikan film A Man Called Ahok yang dibintanginya dan menggambarkan dengan bangga bahwa suaranya yang pernah hilang kini dipakai oleh tuhan untuk menyampaikan kebenaran kepada orang banyak lewat film tersebut. Selesai berorasi, acara dilanjutkan dengan lagu puji-pujian yang gamblang tanpa lagi tersembunyi - sebelum akhirnya penyerahan hadiah kepada pemenang lomba lari. Sementara "festival cahaya" yang mereka maksud berasal dari light stick yang dibagikan kepada peserta dan dinyalakan saat lagu-lagu dinyanyikan. Payah sekali bukan?

Video lengkap orasi Daniel Mananta di atas panggung telah kami unggah di kanal kedua kami, rtkChannel 2 agar Anda dapat menelaah sendiri isinya secara utuh, tanpa kami potong sedikitpun. Sementara video kegiatan tersebut secara umum dapat Anda saksikan di rtkChannel HD. Jangan lupa langganan keduanya yah!

bottom of page